Saturday, June 28, 2008

KANDUNGAN ARTI SURAH AL-FATIHAH

Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. berkata : Sungguh aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman : "Aku membagi Surah Al-Fatihah menjadi dua bagian; setengahnya untuk-Ku dan setengahnya buat hamba-Ku. Apa yang dimintanya akan Kuperkenankan."



  • Bila ia membaca Bismillahirrahnabirrahim, Allah berfirman : "Hambak-Ku memulai pekerjaannya dengan menyebut nama-Ku, maka menjadi kewajiban-Ku untuk menyempurnakan seluruh pekerjaannya serta memberkati seluruh keadaannya".

  • Bila ia membaca al-hamdulillahi Rabbil 'alamin, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Hamba-Ku mengetahui bahwa seluruh nikmat yang dirasakannya bersumber dari-Ku, dan ia telah terhindar dari malapetaka qarena kekuasaan-Ku. Aku mempersaksikan kamu (hai para malaikat), Aku akan menganugerahkan kepadanya nikmat-nikmat di akhirat, di samping nikmat-nikmat duniawi, dan akan kuhindarkan pula ia dari malapetaka ukhrawi dan duniawi."

  • Apabila ia membaca ar-Rahman ar-Rahim, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Aku diakui oleh hamba-ku sebagai pemberi nikmat dan sumber segala rahmat. Kupersaksikan kamu (hai para malaikat) bahwa akan Kucurahkan rahmat-Ku kepadanya sampai sempurna, dan akan Kuperbanyak pula anugerah-Ku untuknya".

  • Apabila ia membaca Maliki yaum ad-din, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Kupersaksikan kamu wahai para malaikat - sebagaimana diakui hamba-Ku, bahwa Akulah Raja/Pemilik hari Kemudian, maka pasti akan kupermudah baginya perhitungan pada hari itu. Akan Kuterima kebajikan-kebajikannya dan Ku ampuni dosa-dosanya".

  • Apabila ia membaca Iyyaka na'budu, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Benar apa yang diucapkan hamba-Ku. Hanya Aku yang disembahnya. Kupersaksikan kamu semua, akan Kuberi ganjaran atas pengabdiannya,ganjaran yang menjadikan semua yang berbeda ibadah dengannya akan merasa iri dengan ganjaran itu".

  • Apabila ia membaca Wa iyyaka nasta'in, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Kepada-Ku. Hamba-Ku meminta pertolongan dan perlindungan. Kupersaksikan kamu, akan Kubantu ia dalam segala urusannya, akan Kutolong ia dalam segala kesulitannya, dan akan Kubimbing ia dalam saat-saat kritisnya."

  • Apabila ia membaca Ihdina ash-shirath al-mustaqim, hingga akhir ayat, Allah menyambutnya dengan berfirman : "Inilah permintaan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimemintanya, telah Kuperkenankan bagi hamba-Ku permintaannya, Kuberi harapannya dan Kutenteramkan jiwanya dari segala yang mengkhawatirkannya".
Akhirnya, kita dianjurkan mengakhiri bacaan surah ini dengan ucapan Amin yang berarti "Ya Allah, perkenankanlah !", walaupun kata ini bukan bagian dari surah al-Fatihah.

Jika pengertian Amin dikaitkan langsung dengan ayat-ayat surah al-Fatihah, maka permohonan yang kita ajukan adalah kandungan ayat ke tujuh. Dengan demikian, permohonan itu diakhiri dengan permohonan baru, yaitu Amin, yakni kiranya Allah memperkenankan dan tidak mengecewakan pemohon.

Tetapi jika Amin dikaitkan dengan bunyi salah satu hadits, maka permohonan itu mencakup seluruh ayat surah al-Fatihah.

Semoga kiranya ada manfaatnya bagi kita semua.

Wassalam mualaikum Wr. Wb.







Friday, May 16, 2008

PERJALANAN MENUJU ILLAHI





Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui seluruh rahasia tersembunyi dan dimana hati mukminin bergetar tatkala mendengar asma-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah pada penghulu sekalian Rasul, penyempurna risalah Ilahi beserta keluarganya.
Saya ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi rekan jamaah dzikrullah di nusantara dalam kontribusinya pada syiar Islam di bidangnya masing-masing. Kepada bapak H. Slamet Oetomo, saya juga menghaturkan terima kasih atas wejangannya yang bermanfaat dalam perjalanan menuju ke hadirat Ilahi.Dalam kesempatan ini, saya akan sampaikan perjalanan pengalaman keruhanian saya serta apa dan bagaimana wejangan H. Slamet Oetomo tersebut. Sebelum saya bertemu dengan pak Haji, demikian H. Slamet Oetomo biasa dipanggil, saya tinggal di sebuah pesantren di Bogor. Sebuah pesantren yang menekankan nilai-nilai ajaran tasawuf Imam Al Ghazaly. Kami dikondisikan dengan suasana nizham tasawuf yang cukup ketat.
Namun anehnya, semakin dalam saya menekuni dunia tasawuf akhlakiah ini (bukan tarikah seperti Naqshabandiyah, atau yang lain) justru saya mengalami rasa jenuh yang luar biasa. Saya merasakan kelelahan yang sangat hebat. Dalam beribadah dan bersyariat pun terasa banyak yang masih terlewatkan. Belum lagi tuntutan kualitas dalam melakukannya. Saya merasa tidak mungkin melaksanakan ajaran Islam secara total yakni melaksanakan ayat per ayat yang jumlahnya 6666 itu, ditambah lagi dengan hadist yang jumlahnya mencapai ratusan ribu. Saya pernah berpikir betapa ajaran Islam ini susah sekali untuk diamalkan, padahal kita terlanjur tahu tentang segala kewajiban harus dilakukan. Baik yang berupa larangan maupun perintah. Dan di dalam Al Qur'an sendiri, surat Al Baqarah ayat 208 menyatakan :
"Wahai orang yang beriman masuklah kalian dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu" (QS 2:208).
Tiba-tiba saya menjadi sangat ngeri membaca peringatan ayat ini. Sebab kata "kaffah" dalam ayat tersebut berarti keseluruhan ajaran Islam, dimana dalam pemahaman saya, kita harus melaksanakan ajaran Islam ini dengan total tanpa pilih-pilih lagi. Namun, terasa sekali betapa berat dalam merealisasikan tuntutan Al Qur'an tersebut, padahal saya sudah berupaya dengan sungguh-sungguh. Mulai dari menjaga pandangan dari perbuatan maksiat serta shalat-shalat sunnah dengan diiringi puasa nabi Dawud dan mendawamkan wudhu', sampai-sampai ditengah banyak orang tidur lelap, saya tidak ketinggalan tahajjud. Keadaan ini saya lakukan selama bertahun-tahun, namun begitu melihat bahwa ajaran Islam tidak hanya itu, saya pun mengalami kebingungan. Karena terasa bahwa saya masih jauh dari kata "kaffah". Terus apanya yang salah?
Mulailah saya bertanya dalam diri, apakah ada yang salah dalam ibadah saya? Saya berpikir bahwa hanya diri saya yang mengalami kegelisahan tersebut namun ternyata banyak keluhan serupa terlontar dari ikhwan-ikhwan yang juga ketat dalam menjaga syariat.
Kalaulah saya tidak takut dosa mungkin saya akan mencari jalan lain untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman. Saya juga mengintip apa yang dilakukan orang lain dalam mencari kedamaian dan ketentraman. Dari sekian banyak yang saya temui melihat perilaku orang lain dalam mencari solusi, tidak salah lagi …..kebatinan dan dunia klenik, mistis, perdukunan jadi pelabuhan jiwanya. Sementara sebagian lagi terjebak oleh retorika ilmiah yang disajikan dengan memisahkan tidak ada hubungannya dengan agama sama sekali, apalagi dengan dunia mantra-mantra. Dalam hal ini saya tidak akan membahas mengenai bagaimana dan tidak akan membuka perdebatan masalah apa yang dilakukan orang lain. Dari pergolakan jiwa saya yang menggelegak itulah saya bertemu dengan H. Slamet Oetomo. Lewat butiran mutiara nesehatnya itulah, saya mengambil kesimpulan bahwa tidak akan pernah ada dan mampu manusia di kolong semesta ini untuk berIslam dengan "kaffah", kecuali mendapatkan karunia dan bimbingan Allah secara langsung.
Di dalam perenungan saya sangat heran, betapa tidak, sedikitpun saya tidak pernah merencanakan benci atau marah terhadap seseorang yang menyinggung hati. Tapi kenapa benci dan marah itu datang tanpa bisa saya cegah. Namun sebaliknya kenapa untuk berbuat baik dan ikhlash harus memerlukan tenaga dan upaya yang sangat luar biasa. Kenapa kebaikan tidak menjadi terasa ringan dan mudah sehingga tak terasa beban dalam fikiran maupun perasaan. Rasa marah berganti senyum, rasa benci menjadi kasih sayang, dari tidak khusyu' menjadi khusyu' dan seterusnya. Dan seharusnyalah sifat-sifat baik ini mengalir seperti ilham yang menuntun perilaku kita. Suatu malam, saya keluhkan hal ini kepada Allah tentang keletihan hati dan ketidakmampuan untuk berbuat lebih banyak menjalankan syariat Islam. Saya pasrah dan mohon bimbingan agar ditunjukkan ke jalan yang diridhoi .
Selama ini kita dipaksa untuk percaya terhadap suatu keyakinan tanpa pernah memahami mengapa kita harus meyakininya. Keadaan inilah yang menyebabkan keyakinan seseorang akan mudah lepas dan selalu dalam keraguan. Misalnya begini, si Ahmad memberitahu Salman bahwa gula itu rasanya manis. Berita dari Ahmad ini adalah bentuk informasi yang memaksa Salman untuk percaya (wajibul yakin) kemudian dilanjutkan untuk melakukan memakan gula tersebut dan apa yang dikatakan oleh Ahmad ternyata benar bahwa gula yang baru saja dimakan rasanya benar-benar manis. Pada tingkat ini pengetahuan Salman bertambah dari wajibul yakin menjadi ainul yakin (merasakan sendiri) kemudian menjadi haqqul yakin, karena ia betul-betul mengalami secara langsung bukan sekedar katanya si Ahmad. Akan tetapi bahkan Salman sudah sekaligus mengisbathkan (keyakinan yang tidak bisa diubahkan) kebenaran informasi tersebut.
Sampai di sini, keyakinan Ahmad dan Salman tidak akan mampu lagi diubah oleh orang lain, walaupun dipenggal leher sekalipun. Nah…keyakinan seperti inilah yang kita harapkan dalam beribadah kepada Allah serta mempercayai ayat-ayat sampai kepada keadaan yang sebenarnya (hakikinya).
Dari hasil perbincangan dengan rekan-rekan yang tergabung dalam majlis dzikir ini, banyak pengalaman yang telah mereka lalui. Apa yang mereka katakan hampir sama dengan apa yang telah saya lakukan. Dan ternyata mereka juga mengalami hal yang sama atas perubahan-perubahan dalam manisnya ibadah, sehingga berkembang memasuki keadaan hakikat yang sebenarnya dari bentuk syariat yang dilakukan. Anda tidak usah khawatir untuk memasuki dunia iman lantas takut sesat, tidak!!! Saya justru hanya mengajak melakukan apa yang telah kita dapatkan, kalau sekiranya ada amalan yang keluar dari dasar Islam maka anda mempunyai hak untuk menentukan keluar dari majelis dzikir ini. Banyak orang terjebak dalam menilai sesuatu. Kita digiring kepada persoalan yang sempit. Kerohanian tidak banyak dikenal orang Islam lantaran takut sesat seperti Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh Siti Jennar yang terkenal dengan ajaran wihdatul wujud atau manunggaling kawula gusti. Dua orang yang dianggap sesat, menghalangi kita untuk belajar lebih dalam ilmu hakikat. Padahal berapa ribu ulama yang tidak sesat dalam belajar menghayati ruhiyah Islamiyah seperti Hujjatul Islam Imam Al Ghazaly, Imam Annafiri, Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Hanafi, para sahabat rasul, serta Sunan bonang, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kali Jaga yang merupakan guru Syekh Siti Jennar, dan seterusnya yang hidup dengan ruhiyah Islamiyah. Tapi mengapa kita hanya mempersoalkan kesesatan dua tokoh tersebut. Kenapa kita tidak melihat ulama yang tidak sesat seperti yang disebutkan tadi. Ada sentimen apa sehingga begitu gencarnya mengekspos sesat dan bid'ah terhadap yang sungguh-sungguh dalam bermujahadah kepada Allah yang Maha Ghaib….dan mengatakan belajar ilmu hakikat ini divonis haram.
Dan yang perlu kita catat, kesesatan itu tidak hanya pada ilmu kerohanian saja. ilmu fiqih, ilmu ekonomi, ilmu akuntansi dan ilmu komputer, atau ilmu apa saja dapat dibawa menuju kesesatan. Kenapa anda tidak pernah takut untuk belajar ilmu akuntansi, padahal dengan ilmu ini orang bisa menggunakannya untuk korupsi (maling) juga ilmu yang lainnya. Semoga kita tidak terpengaruh oleh pendapat sempit yang ia tidak pernah memasuki atau menghayati kedalaman Islam secara menghujam hingga ke lubuk hati.
Akibatnya kita menjadi korban atas pemberitaan yang tidak seimbang. Islam yang kita lakukan sekarang menjadi setengah hati, tidak sampai menghunjam ke dalam akar iman yang sebenarnya. Kita tidak pernah lagi mendengar suara hati kita terharu ketika berhadapan dengan Allah. Apakah hati kita berguncang keras tatkala asma Allah disebutkan berkali-kali?
Ketakutan kita terhadap pemahaman tasawuf, yang menurut prasangka kita akan menyesatkan seperti yang terjadi pada Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh Siti Jennar, telah membuat asma Allah tidak lagi mampu menyejukkan dan menggetarkan jiwa. Padahal keadaan itu merupakan tanda-tanda keimanan seseorang.
Untuk itulah, agar kita tidak terjebak dalam pemahaman sesat seperti di atas, agaknya kita perlu menengok perjalanan sejarah pengalaman para nabi dan rasul dalam merentas jalan keruhanian menuju lautan cinta dan kasih sayang Allah SWT








Tuesday, May 13, 2008

JANGAN TINGGALKAN DZIKIR.

“Janganlah meninggalkan dzikir, hanya karena anda tidak hudhur bersama Allah dalam dzikir. Karena kealpaanmu jauh dari dzikir itu lebih berbahaya ketimbang kealpaanmu kepadaNya ketika sedang berdzikir."Dzikir merupakan ibadah paling utama dan paling penting dalam perjalanan menuju kepada Allah Ta’ala. Karena itu menempati posisi kunci dalam dunia Sufi. Karena itu jika seseorang berdzikir lisannya, sementara hatinya tidak hadir di depan Allah, sama sekali dzikir tidak bisa ditinggalkan. Sebab orang yang sama sekali jauh dari dzikir itu, resikonya lebih berbahaya ketimbang orang yang tidak hadir jiwanya ketika berdzikir.Allah swt, berfirman: “Berdzikirlah kepadaKu, niscaya Aku mengingatmu.” Dan firmanNya yang lain, “Sebagaimana dzikirnya para penduhulumu atau lebih kuat dzikirnya dari itu.” Dan wasiat Nabi saw, “Hendaknya lisan kalian senantiasa basah dengan dzikirullah.”Karena itu diperingatkan agar kita tetap berdzikir walaupun hati kita tidak hadir pada Allah. Sementara alpa pada Allah (dzikrullah) bisa berdampak lebih negatif. Hal demikian, menurut Syeikh Zaruq disebabkan karena tiga hal:
Pertama, apapun adanya dzikir berarti menghadap, apa pun kondisinya. Sementara alpa itu berarti mengabaikan secara total.
Kedua, dzikir bisa menjadi perias ibadah, sementara alpa dari Allah bisa menafikannya.
Ketiga, adanya dzikir itu berarti siap menerima hembusan rahmat Allah, yang bisa meningkatkan dari yang lebih rendah menuju yang lebih tinggi, sedangkan alpa dari dzikir bisa mengosongkan semua itu.“Siapa tahu Allah meningkatkan dzikir dengan hati alpa, menuju dzikir dengan sadar Ilahi, dari dzikir yang sadar Ilahi menuju dzikir Hadir Ilahi, dari dzikir Hadir Ilahi menuju dzikir dengan mengosongkan segala hal selain Allah.”Dari sini bisa disimpulkan bahwa ragam hamba yang berdzikir terdiri dari:Dzikir lisan sajaDzikir sadar hatiDzikir Hadir IlahiDzikir dengan mengosongkan segala hal selain Allah.Karenanya Allah memperingatkan, “Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepadaNya, pagi sampai sore (sore sampai pagi). Dialah yang melimpahkan rahmat kepadamu dan para malaikatNya.” (Al-Ahzaab: 42)Sedangkan Imam Ghazali membagi dzikir menjadi:
  1. Dzikir Lisan,
  2. Dzikir Nafsu,
  3. Dzikir Qalbu,
  4. Dzikir Ruh,
  5. Dzikir Sirr.
Konsekwensi kita selalu berdzikir kepada Allah dan alpa kepada Allah antara lain:Jika kita alpa kepada Allah pasti yang teringat di benak kita adalah selain Allah.Jika kita mnengingat sadar akan Allah, kita akan menapaki kemesraan demi kemesraan dengan Allah.Jika kita hadir di hadapan Allah, kita akan patuh dan tunduk kepadaNya.Jika kita lupa pada segala hal selain Allah, kita akan fana’ kepadaNya.Jika kita fana’, segala yang ada akan tiada.Sulthonul Auliya Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily mengatakan, “Hakikat dzikir adalah konsentrasi penuh kepada yang Diingat, sehingga yang lain tak teringat. Sebagaimana firman Allah swt, “Dzikirlah dengan Nama Tuhanmu dan lakukanlah dengan sepenuhnya.”Orientasi dzikir itu sendiri berkisar pada tiga hal pula:Ma’rifatullahMengagungkan AllahUbudiyah kepada Allah.“Dan semua itu sama sekali bukan hal berat bagi Allah.”Yakni bukan hal yang terhalang jika Allah menghendaki.
---(ooo)---

Tuesday, April 22, 2008

SEBUAH PERJALANAN HIDUP


Saya selalu mempunyai pendapat bahwa "Hidup ini hanyalah sebuah perjalanan" , diujung perjalanan hanyalah sepenggal tanah ukuran 2 x 3 meter. Betapapun kaya miskin bahagia sedih nikmat sengsaranya perjalanan kita semua nya akan sampai ditempat yang sama.
Yang paling penting didalam kehidupan ini adalah perjalanan itu sendiri, bagaimana kita memberikan makna didalam perjalanan kita, bagaimana kita menyatakan arti hidup kita dalam tindakan dan perkataan dan karya.
Bilamana kita telah memberikan yang terbaik, dan berusaha yang terbaik, dan melakukan yang terbaik, maka tidak ada lagi penyesalan apapun ketika kita telah selesai dengan perjalanan kita.
Sebagai seorang Muslim jangan lupa kita untuk melengkapi rukun Islam yang ke 5 yaitu berhaji, sebagai suatu kewajiban untuk melengkapi perjalanan hidup kita.
Umur kita semakin bertambah pada saatnya kita "lengser Keprabon mandeg pandita" saat inilah kita harus selalu mendakatkan diri kepada Allah Swt. mohon ampunan Nya, banyak berdoa untuk anak2 cucu kita supaya mereka diberikan jalan yang terang didalam mengarungi samudra kehidupan.
Apabila pada saatnya nanti kita dipanggil menghadap Allah Swt. kita akan memenuhi panggilan itu dengan khusnul khotimah, karena tugas kita selama hidup didunia telah kita laksanakan dengan baik sesuai dengan tuntunan Agama.
Semoga kita semua adalah orang2 yang mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah Swt. Amin2 Ya Robbil Alamin.